Kualitas,
Sejarah dan Perkembangannya
Apa
itu Mutu/Kualitas?
Triguno (1997: 76) menyatakan bahwa kualitas adalah suatu
standart yang harus dicapai oleh seseorang atau sekelompok atau lembaga atau
organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses
dah hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa.
Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono, 1995: 51) mendefinisikan
kualitas sebagai: ”Suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”
Sedangkan menurut Mitra dalam bukunya Introduction to Quality
Control dan the Total Quality System, Kualitas didefinisikan sebagai kesesuaian
dengan spesifikasi dan cocok digunakan dilihat dari sudut pandang dimensi
kualitas. Adapun dimensi kualitas itu meliputi performansi (performance), keistimewaan
produk (features), kehandalan (reliability), kesesuaian (conformance), keawetan
(durability), kegunaan (serviceability), estetika (aesthetics), dan kualitas
yang dipersepsikan (perceived quality).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
kualitas memiliki arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun
eksternal atau dalam arti optimal adalah sebagai pemenuhan atas tuntutan atau
persyaratan pelanggan atau masyarakat.
Sejarah
Perkembangan Mutu/Kualitas
Sebenarnya kualitas telah dikenal sejak empat ribu tahun yang
lalu, ketika bangsa Mesir Kuno mengukur dimensi batu-batu yang digunakan untuk
membangun piramida. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan revolusi
industri, fungsi kualitas kemudian berkembang melalui beberapa tahap sebagai
berikut:
1.
Inspeksi (Inspection)
Konsep mutu modern dimulai pada tahun 1920-an. Kelompok mutu yang utama adalah bagian inspeksi/peninjauan. Selama produksi, para inspector mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi. Namun, bagian inspeksi tidak independen karena biasanya mereka melapor ke pabrik. Hal ini pada akhirnya menyebabkan perbedaan kepentingan. Jadi, seandainya inspeksi menolak hasil satu alur produksi yang tidak sesuai, maka bagian pabrik akan berusaha meloloskannya tanpa mempedulikan mutu dari produksi tersebut.
Pada masa ini ada beberapa orang ahli di bidang statistic yang namanya cukup mencuat di permukaan, yaitu antara lain Walter A. Sewhart (1924) yang menemukan konsep statistic untuk pengendalian variable-variabel produk, seperti panjang, lebar, berat, tinggi, dan sebagainya. Sedang H.F.Dadge dan H.G. Romig (akhir 1920) merupakan pelopor dalam pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk (acceptance sampling).
Konsep mutu modern dimulai pada tahun 1920-an. Kelompok mutu yang utama adalah bagian inspeksi/peninjauan. Selama produksi, para inspector mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi. Namun, bagian inspeksi tidak independen karena biasanya mereka melapor ke pabrik. Hal ini pada akhirnya menyebabkan perbedaan kepentingan. Jadi, seandainya inspeksi menolak hasil satu alur produksi yang tidak sesuai, maka bagian pabrik akan berusaha meloloskannya tanpa mempedulikan mutu dari produksi tersebut.
Pada masa ini ada beberapa orang ahli di bidang statistic yang namanya cukup mencuat di permukaan, yaitu antara lain Walter A. Sewhart (1924) yang menemukan konsep statistic untuk pengendalian variable-variabel produk, seperti panjang, lebar, berat, tinggi, dan sebagainya. Sedang H.F.Dadge dan H.G. Romig (akhir 1920) merupakan pelopor dalam pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk (acceptance sampling).
2. Pengendalian Mutu (Quality Control)
Pada tahun 1924-an, kelompok inspeksi kemudian berkembang
menjadi bagian pengendalian mutu. Adanya Perang Dunia II mengharuskan produk
militer yang bebas cacat, sehingga mutu produk militer dijadikan sebagai salah
satu faktor yang menentukan kemenangan dalam peperangan. Tentu saja hal ini
harus dapat diantisipasi melalui pengendalian yang dilakuan selama proses
produksi, menyebabkan tanggug jawab megenai mutu dialihkan ke bagian quality
control yang independen. Bagian ini kemudian memiliki otonomi penuh dan terpisah
dari bagian pabrik. Selain itu, para pemeriksa mutu juga dibekali dengan
perangkat statistika seperti diagram kendali dan penarikan sampel.
Pada tahap ini dikenal seorang tokoh yaitu Feigenbaum (1983)
yang merupakan pelopor Total Quality Control pada tahun 1960. Kemudian pada
tahun 1970 Feegenbaum kembali memperkenalkan konsep baru, yaitu Total Quality
Control Organizationwide, disusul pada tahun 1983 Feigenbaum mengenalkan konsep
baru lainnya, yaitu konsep Total Quality System.
3. Pemastian Mutu (Quality Assurance)
Terkait dengan rekomendasi yang dihasilkan dari teknik-teknik
statistis sering kali tidak dapat dilayani oleh struktur pengambilan keputusan
yang ada, pengendalian mutu (quality control) kemudian berkembang menjadi
pemastian mutu (quality assurance). Bagian pemastian mutu ini bertugas untuk
memastikan proses dan mutu produk melalui pelaksanaan audit operasi, pelatihan,
analisis kinerja teknis, dan petunjuk operasi demi peningkatan mutu. Pemastian
mutu bekerja sama-sama dengan bagian-bagian lain yang bertanggung jawab penuh
terhadap mutu kinerja masing-masing bagian.
4. Manajemen Mutu (Quality Management)
Pemastian mutu bekerja berdasarkan status quo (keadaan
sebagaimana adanya), sehingga upaya yang dilakukan hanyalah memastikan
pelaksanaan pengendalian mutu, tapi sangat sedikit pengaruh untuk
meningkatkannya. Karena itu, untuk mengantisipasi persaingan, aspek mutu perlu
selalu dievaluasi dan direncanakan perbaikannya melalui penerapan fungsi-fungsi
manajemen mutu.
5.
Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
Dalam perkembangan manajemen mutu, ternyata bukan hanya
fungsi produksi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap mutu. Dalam hal
ini, tanggung jawab terhadap mutu tidak cukup hanya dibebankan kepada suatu
bagian tertentu, tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh individu di
perusahaan. Pola inilah yang kemudian disebut Total Quality Management.
Berikut tabel untuk mempermudah pemahaman tahap-tahap
perkembangan Manajemen Kualitas seperti yang telah dijelaskan di atas:
Tahun Perkembangan Manajemen Kualitas
Tahun Perkembangan Manajemen Kualitas
1920-1940 Kelompok kualitas yang utama adalah inspeksi.
Para inspektor mengukur hasil produksi berdasarkan
spesifikasi.
Pada masa ini ditemukannya konsep statistik dalam hal pengendalian variabel-variabel produk, seperti panjang, lebar, berat, tinggi dan pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk yang diprakarsai oleh Walter A. Stewart, H.F. Dodge, dan H.G. Romig.
Pada masa ini ditemukannya konsep statistik dalam hal pengendalian variabel-variabel produk, seperti panjang, lebar, berat, tinggi dan pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk yang diprakarsai oleh Walter A. Stewart, H.F. Dodge, dan H.G. Romig.
1940-1985 Kelompok inspeksi berkembang menjadi pengendalian kualitas.
Tanggung jawab kualitas dialihkan ke bagian quality control independen.
Diperkenalkannya konsep total quality control yang pertama kali oleh Feigenbaum pada tahun 1960 yang kemudian dikembangkan menjadi total quality control organizationwide di tahun 1970 dan menjadi konsep total quality system pada tahun 1983.
Tanggung jawab kualitas dialihkan ke bagian quality control independen.
Diperkenalkannya konsep total quality control yang pertama kali oleh Feigenbaum pada tahun 1960 yang kemudian dikembangkan menjadi total quality control organizationwide di tahun 1970 dan menjadi konsep total quality system pada tahun 1983.
Pengendalian kualitas berkembang menjadi penjaminan kualitas
yang berfokus kepada proses dan kualitas produk melalui pelaksanaan audit
operasi, pelatihan analisis, kinerja teknis, dan petunjuk operasi untuk
peningkatan kualitas.
Aspek kualitas mulai di evaluasi melalui penerapan
fungsi-fungsi manajemen kualitas.
1985-1990 Diperkenalkannya konsep total quality management
oleh Frederick Taylor pada tahun 1990-an, yang dikenal dengan sebutan Father of
scientific Management dan terkenal dengan teorinya Time and Motion Studies.
Total Quality Management berkembang menjadi Learning organization yang menggunakan filosofi continous quality improvement dan menggunakan konsep manajemen pengetahuan.
Total Quality Management berkembang menjadi Learning organization yang menggunakan filosofi continous quality improvement dan menggunakan konsep manajemen pengetahuan.
Abad 20- sekarang Dengan berkembangya teknologi informasi
pada abad 20-an. Konsep manajemen kualitas di barengi dengan konsep e-learning
atau electronics learning.
TQM (Total
Quality Management)
I.
SEJARAH TQM
TQM atau Total Quality Management, merupakan perkembangan
dari tiga stage yaitu inspeksi kualitas, kontrol kualitas dan quality
assurance. Konsep TQM sebenarnya sudah muncul sejak tahun 1940-an, yaitu
tepatnya pada saat kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, yang pada akhirnya
membangkitkan budaya Jepang dalam membangun sistem jaminan kualitas. Kehadiran W.
Edward Deming di Jepang pada tahun 1950 menjadi pemicu semangat ilmuwan Jepang
dalam membangun dan memperbaiki sistem kualitas. Keberhasilan dan kemajuan yang
sangat pesat di bidang kualitas pada perusahaan Jepang kemudian menjadi
perhatian perusahaan di negara maju lainnya. Perusahaan kelas dunia kemudian
mempelajari kultur/perilaku perusahaan Jepang dalam mengembangkan konsep
kualitas. Hasil studi menunjukkan bahwa salah satu penyebab keberhasilan
perusahaan Jepang adalah dengan diterapkannya Total Quality Management (TQM).
Berikut merupakan beberapa pemikiran para ahli yang kemudian
menjadi dasar atau tonggak awal terbentuknya TQM atau Manajemen Kualitas Total.
Edward Deming membahas mengenai pentingnya pengendalian mutu
adalah proses penting dalam bidang engineer atau perekayasaan produk, selain
itu buruknya kualitas bukan sepenuhnya salah pekerja, melainkan perambatan
kesalahan dari proses dan sistem yang dilaksanakan saat produksi. Sehingga
munculah suatu ide bahwa kontrol kualitas merupakan tanggung jawab dari seluruh
karyawan dan manager. Terdapat 14 poin penting yang disampaikan oleh beliau
dalam hal managemanisasi bidang produksi, yaitu sebagai berikut:
1.
Membuat
tujuan yang konsisten untuk keperluan peningkatan (improvement).
2.
Adopsi
filosofi baru.
3.
Hindari
ketergantungan terhadap inspeksi untuk menjaga kualitas.
4.
Akhiri
melakukan bisnis berdasarkan harga.
5.
Melakukan
peningkatan secara konsisten dan berkesinambungan untuk kualitas produk dan
pelayanan.
6.
Membuat
suatu lembaga pelatihan di tempat kerja.
7.
Membuat
suatu lembaga untuk supervisi dan kepemimpinan.
8.
Hilangkan
rasa takut.
9.
Hancurkan
penghalang yang ada antar departemen.
10.
Hindari
atau mengurangi desakan-desakan kepada karyawan untuk mencapai target.
11.
Hilangkan
bekerja berdasarkan standar kerja dan hitungan quota, diganti dengan hal yang
bersifat kepemimpinan.
12.
Menghilangkan
hambatan dengan memberikan penghargaan terhadap dedikasi para pekerja.
13.
Membuat
suatu program yang kuat mengenai pendidikan dan pelatihan untuk semua orang.
14.
Membuat
suatu struktur yang berada di tingkat managemen paling atas, yang dapat
melakukan ke 13 poin sebelumnya setiap hari.
Joseph Juran memfokuskan pada definisi dari kualitas dan
harga dari kualitas tersebut. Kualitas merupakan kesesuaian dengan kebutuhan
dibandingkan kesesuaian dengan spesifikasi. Maksudnya adalah mendapatkan
perhatian dari pengguna atau costumer, dibandingkan berfokus pada spesifikasi
teknik. Hal ini terkait dengan tujuan awal produksi dan industry membuat produk
yang disukai pasar atau dapat digunakan. Ada tiga hal penting yang ditekankan
oleh beliau yang disebut juga dengan Juran Trilogy, yaitu: quality planning,
quality control, dan quality improvement.
a.
Perencanaan
kualitas (quality planning) adalah suatu cara untuk membuat perencanaan
penjagaan mutu kualitas dengan cara mengidentifikasi tujuan kualitas yang ingin
dicapai, kebutuhan pengguna, dan melakukan persiapan produksi untuk
meningkatkan fitur dari produk sesuai dengan keinginan pengguna.
b.
Kontrol
kualitas (quality control) digunakan untuk mengevaluasi jalannya produksi dan
membandingkan produksi yang sedang berjalan dengan tujuan kualitas.
c.
Peningkatan
kualitas (quality improvement) digunakan dengan melihat kebutuhan pengguna,
menentukan infrastruktur untuk peningkatan kualitas, mengidentifikasi hal-hal
yang dibutuhkan untuk peningkatan kualitas, dan menyediakan pelatihan,
motivasi, sarana pendukung untuk tim yang bekerja. Peningkatan kualitas ini
harus dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan.
Armand V.Feigenbaum memperkenalkan konsep total kualitas
kontrol atau Total Quality Control (TQC). Pendekatan kualitas dilakukan dengan
memperhatikan keseluruhan sistem yang ada pada tahapan produksi. Hal ini
berarti semua pihak baik manajemen maupun karyawan bertanggung jawab atas
kualitas produk dan setiap orang saling belajar dari kesuksesan antar pegawai
tersebut. Hal ini yang selanjutnya di jadikan dasar dalam pelaksanaan TQC di
Jepang.
Selain ketiga orang diatas, terdapat juga Philip B. Crosby
(1982) yang memperkenalkan TQM atau Total Quality Management. Frase terkenal
dari Crosby adalah “quality is free”. Menekankan pada peranan manajemen dalam
peningkatan kualitas dan menggunakan statistik dalam memonitor jalannya
produksi. Beliau juga memperkenalkan empat absolut mengenai proses peningkatan
kualitas yakni:
1.
Definisi dari kualitas: sesuai dengan spesifikasi.
2. Sistem kualitas: pencegahan
3. Standar kualitas: zero defects
4. Pengukuran kualitas: harga
2. Sistem kualitas: pencegahan
3. Standar kualitas: zero defects
4. Pengukuran kualitas: harga
Tokoh lain yang berpengaruh dalam TQM ini adalah Kaoru
Ishikawa, memperkenalkan diagram cause and effect yang menggambarkan potensi
yang menyebabkan permasalahan kualitas dari bagian-bagian yang ada di produksi,
seperti mesin, material yang digunakan dan sebagainya.
Tokoh terakhir yang turut memberikan ide mengenai TQM adalah
Genichi Taguchi. Menurutnya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dapat
dilakukan pada tahap desain. Keunggulan dari suatu produk selain dari pemenuhan
spesifikasi teknik, dan memenuhi kebutuhan pengguna, namun harus memiliki
tambahan dalam sisi desain. Selain itu peningkatan pada tahap desain tidak
memerlukan banyak biaya jika akan dilakukan perubahan, dibandingkan dengan
pengubahan ketika produksi selesai dilakukan.
II.
DEFINISI TQM
Total quality management (TQM) merupakan suatu pendekatan
dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi
melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan
lingkungan.
Total quality management juga dapat diartikan sebagai
perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun
berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta
kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993, p. 135).
Definisi lainnya menyatakan bahwa Total quality management
merupakan sistem manajemen yang menyangkut kualitas sebagai strategi usaha dan
berorientasi pada kepuasaan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota
organisasi (Santosa, 1992, p. 33).
Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa
cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah
dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik
diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses,
dan lingkungan. Cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponen-komponen
tersebut secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan TQM.
Penerapan TQM dalam suatu perusahaan dapat memberikan
beberapa manfaat utama yang pada gilirannya meningkatkan laba serta daya saing
perusahaan yang bersangkutan. Dengan melakukan perbaikan kualitas secara
terus-menerus maka perusahaan dapat meningkatkan labanya melalui dua rute,
yaitu:
1. Rute pasar. Perusahaan dapat
memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin besar dan
harga jualnya dapat lebih tinggi. Kedua hal ini mengarah kepada penghasilan
sehingga laba yang diperoleh juga semakin besar.
2. Perusahaan dapat meningkatkan output
yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan
biaya operasi perusahaan berkurang. Dengan demikian laba yang diperoleh akan
meningkat.
III. PERBEDAAN TQM DENGAN METODE MANAJEMEN LAINNYA
Ada
empat perbedaan pokok antara TQM dengan metode manajemen lainnya.
Pertama,
asal intelektualnya. Sebagian besar teori dan teknik manajemen berasal dari
ilmu-ilmu sosial. Ilmu ekonomi mikro merupakan dasar dari sebagian besar
teknik-teknik manajemen keuangan, ilmu psikologi mendasari teknik pemasaran dan
decision support system, dan sosiologi memberikan dasar konseptual bagi desain
organisasi. Sementara itu dasar teoritis dari TQM adalah statistika. Inti dari
TQM adalah Pengendalian Proses Statistikal (SPC/Statistical Process Control)
yang didasarkan pada sampling dan analisis varians.
Kedua, yakni sumber inovasinya. Bila sebagian besar ide dan teknik manajemen bersumber dari sekolah bisnis dan perusahaan konsultan manajemen terkemuka, maka inovasi manajemen sebagian besar dihasilkan oleh para pionir yang pada umumnya adalah insinyur industri dan ahli fisika yang bekerja di sektor industri dan pemerintah.
Ketiga, yakni asal negara kelahirannya. Kebanyakan konsep dan teknik dalam manajemen keuangan, pemasaran, manajemen strategik, dan desain organisasi berasal dari Amerika Serikat dan kemudian tersebar ke seluruh dunia. Sebaliknya TQM semula berasal dari Amerika Serikat, kemudian lebih banyak dikembangkan di Jepang dan kemudian berkembang ke Amerika Utara dan Eropa. Jadi TQM mengintegrasikan keterampilan teknikal dan analisis dari Amerika, keahlian implementasi dan pengorganisasian Jepang, serta tradisi keahlian dan integritas dari Eropa dan Asia.
Keempat, yakni proses diseminasi atau penyebaran. Penyebaran sebagian besar manajemen modern bersifat hirarkis dan top-down. Yang mempeloporinya biasanya adalah perusahaan-perusahaan raksasa seperti General Electric, IBM, dan General Motors. Sedangkan gerakan perbaikan kualitas merupakan proses bottom up, yang dipelopori perusahaan-perusahaan kecil. Dalam implementasi TQM, penggerak utamanya tidaklah selalu CEO, tetapi seringkali malah manajer departemen atau manajer divisi.
IV.
KONSEP TQM
Manajemen
mutu terpadu (Total Quality Management) merupakan suatu penerapan metode
kuantitatif dan sumber daya manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan
baku maupun pelayanan bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada
tingkat tertentu di mana kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan di masa
mendatang. TQM lebih merupakan sikap dan perilaku berdasarkan kepuasan atas
pekerjaannya dan kerja tim atau kelompoknya. TQM menghendaki komitmen dari
manajemen sebagai pemimpin organisasi di mana komitmen ini harus disebarluaskan
pada seluruh karyawan dan dalam semua level atau departemen dalam organisasi.
TQM bukan merupakan program atau sistem, tapi merupakan budaya yang harus
dibangun, dipertahankan, dan ditingkatkan oleh seluruh anggota organisasi atau
perusahaan bila organisasi atau perusahaan tersebut berorientasi pada mutu dan
menjadikan mutu sebagai way of life.
Pengendalian,
sistem, dan teknik-teknik sangat diperlukan dalam penerapan TQM, tetapi
semuanya itu bukan merupakan kebutuhan utama. Yang terpenting dalam penerapan
TQM adalah keterlibatan secara menyeluruh setiap orang dalam organisasi atau
perusahaan tersebut untuk mengubah budaya (culture) yang lama menjadi budaya
baru. Perubahan tersebut antara lain:
1. Dari kerahasiaan atau sesuatu yang
bersifat selentingan menjadi komunikasi terbuka antar seluruh anggota
organisasi atau perusahaan. Dengan keterbukaan maka kerjasama akan terwujud,
dan dengan keterbukaan, maka kesalahpahaman dapat segera teratasi.
2. Dari pengendalian menjadi
pemberdayaan. Karyawan tidak mau kalau secara terus menerus dimonitor. Mereka
ingin selalu dilibatkan, diajak berdiskusi, dan berpendapat. Mereka juga harus
diserahi tanggung jawab yang sesuai serta mendapatkan kesempatan untuk
berkembang dan mendapat penghargaan atas prestasi yang diraih.
3. Dari inspeksi menjadi pencegahan.
Inspeksi adalah pemeriksaan terhadap barang atau produk jadi setelah keluar
dari proses produksi. Sehingga bila ada produk yang cacat atau tidak sesuai
dengan spesifikasi pelanggan, akan dibuang atau diadakan pengerjaan ulang. Hal
inilah yang membuat perusahaan harus membayar mahal. Dalam TQM tidak ada lagi
istilah inspeksi, melainkan pencegahan. Artinya, sejak dari perencanaan produk.
Proses produksi hingga menjadi produk akhir menghasilkan cacat atau kesalahan
nol (zero defect).
4. Dari fokus internal dan fokus
eksternal, fokus internal adalah perhatian perusahaan atau organisasi pada
kemampuan yang dimiliki saja, sehingga proses produksi dilaksanakan berdasarkan
kemampuan tanpa memperhatikan permintaan pelanggan (push system) sedangkan TQM
menganggap bahwa cara berproduksi seperti ini adalah pemborosan. TQM lebih
memfokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan (eksternal fokus) sehingga
melaksanakan proses produksi tarik (pull system).
5. Dari biaya dan penjualan menjadi
kesesuaian terhadap mutu. Semula, perusahaan atau organisasi hanya
memperhatikan masalah biaya dan waktu produksi. Namun kondisi tersebut kemudian
berubah menjadi mutu produk yang menjadi orientasinya. Mutu produk yang
dimaksud di sini adalah dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan pelanggan.
Barang atau jasa dikatakan bermutu bila mampu mengurangi biaya (cost
reduction), menghilangkan pemborosan (eliminating waste), menyampaikan secara
tepat waktu (faster delivery), dan menjual dengan harga rendah ( lower price).
Apabila hal tersebut tercapai, maka profit meningkat.
6. Dari stabilitas menjadi perubahan
dan perbaikan secara terus menerus. Kondisi yang tidak berubah bukannya membawa
keuntungan dan manfaat bagi perusahaan. Justru perusahaaan atau organisasi yang
mau berubah dan mau secara terus menerus mengadakan perbaikan itulah yang akan
berhasil dengan baik. Dalam kondisi yang serba stabil, orang tidak akan pernah
mau belajar. Sementara dalam organisasi yang menggunakan filosofi TQM dituntut
untuk selalu belajar atau berubah, memperbaiki atau meningkatkan kemampuannya,
karena prinsip TQM yang continuous quality improvement.
7. Dari hubungan yang sifatnya
persaingan menjadi hubungan kerjasama. Dalam organisasi yang menggunakan konsep
TQM semua pihak yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan organisasi tersebut (pemasok, pelanggan, pesaing, dan lain-lain) adalah
teman atau saudara. Hal ini menuntut adanya kerjasama yang kuat dan saling
membantu. Hubungan erat dan kerjasama yang baik dengan pelanggan akan membuat
mereka terbuka untuk memberikan kritik dan saran untuk peningkatan produk dan
jasa yang dihasilkan perusahaan.
8. Dari pengalokasian dan melemparkan
hal-hal yang tidak diketahui menjadi penyelesaian semua masalah sampai
akar-akarnya. Perusahaan biasanya akan menutupi masalah yang dihadapi dan
bersikap pura-pura tidak tahu, atau membenci siapa pun yang mengetahui
permasalahan yang ada. Perusahaan atau organisasi yang menganut filosof TQM
justru akan menghadapi semua permasalahan yang ada, mencari penyelesaian hingga
tuntas.
Untuk
dapat menerapkan TQM pada industri jasa diperlukan beberapa konsep dasar,
teknik dan langkah-langkah penerapannya, antara lain:
a)
Memfokuskan
pada produk (yang dalam hal ini adalah jasa yang ditawarkan) dan pelanggan.
b) Kepemimpinan dalam organisasi jasa
yang mendukung pelaksanaan filosof TQM.
c) Budaya organisasi (yaitu budaya
organisasi yang berorentasi mutu).
d)
Komunikasi
yang efektif antar seluruh personil dalam organisasi maupun antara para
personil organisasi dengan pelanggan.
e)
Pengetahuan
atau keahlian karyawan dalam melaksanakan filosofi TQM.
f) Tanggung jawab para karyawan.
g) Manajemen berdasarkan data dan
fakta.
h) Sudut pandang jangka panjang.
Total quality management merupakan
sekumpulan langkah yang harus dilalui tingkat demi tingkat untuk dapat
menerapkannya. Pada dasarnya untuk dapat menerapkan total quality management
yang paling diperlukan adalah dukungan atau komitmen dari pimpinan puncak,
komunikasi antar seluruh anggota organisasi, dan adanya perubahan budaya.
V. PRINSIP
DAN UNSUR POKOK TQM
TQM
merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas
kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai
suatu organisasi. Menurut Hensler dan Brunell (dalam scheuning dan Christopher,
1993: 165-166), ada empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip tersebut
adalah:
1.
Kepuasan pelanggan
Dalam
TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya
bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi ditentukan
oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan pelanggan
eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek,
termasuk didalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu,
segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para
pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang
diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Makin tinggi
nilai yang diberikan, maka makin besar pula kepuasan pelanggan.
2. Respek
terhadap setiap orang
Dalam
perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang
sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan
demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh
karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlukan dengan baik dan diberi
kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3. Manajemen berdasarkan fakta
Perusahaan
kelas dunia berorientasi pada fakta. Meksudnya bahwa setiap keputusan selalu
didasarkan pada data, bukan sekedar perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok
yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas (prioritization), yakni suatu
konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang
bersamaan mengingat katerbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan
menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan
usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua, variasi atau variabilitas
kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas
yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksi
hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4. Perbaikan berkesinambungan
Agar
dapat sukses, setiap perubahan perlu melakukan proses sistematis dalam
melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini
adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze) yang terdiri atas
langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil
yang diperoleh.
Sepuluh unsur utama TQM adalah:
a.
Fokus
pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal
merupakan driver. Pelangan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang
disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam
menentukan ualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan
produk atau jasa.
b.
Terobsesi
dengan mutu, yaitu dengan menjadikan mutu sebagai pegangan atau pandangan hidup
seluruh anggota organisasi atau perusahaan.
c.
Menggunakan
pendekatan ilmiah dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. Hal ini
disebabkan pendekatan ilmiah dapat dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.
d.
Komitmen
jangka panjang. Usaha peningkatan atau perbaikan mutu bukan merupakan loncatan
(quantum leap). Melainkan merupakan suatu proses jangka panjang yang
berkesinambungan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan total quality, perhatian
kita harus berpusat pada masa mendatang yang berjangka jauh ke depan, bukan
untuk jangka pendek.
e.
Kerja
tim (teamwork). Ada prinsip yang mengatakan bahwa pemikiran sekumpulan orang
lebih baik daripada hanya satu orang, sehingga hasil yang dapat diperoleh akan
lebih baik bila semua pekerjaan dikerjakan secara bersama-sama. Pemberian upah
dan penghargaan pun tidak dilaksanakan secara individu, melainkan juga
merupakan penilaian kelompok.
f.
Continual
process improvement. Mutu hanya bisa dicapai bila selalu diadakan perbaikan dan
penyempurnaan walau hanya kecil. Hal ini sesuai dengan prinsip Kaizen “little
better everyday”.
g.
Pendidikan
dan pelatihan. Karena untuk menciptakan sesuatu yang bermutu, maka orang harus
mau belajar dan berlatih sampai kapan pun. Hal ini akan membentuk dan
meningkatkan pola pikir yang selalu berorientasi pada proses perbaikan.
h.
Tidak
ada pengendalian (freedom from control). Perusahaan atau organisasi yang
berorientasi pada total quality tidak lagi menggunakan statistical process
control yang hanya merupakan penilaian produk akhir, melainkan setiap karyawan
harus mengendalikan sendiri dirinya untuk membuat atau memberikan atau menerima
produk yang benar-benar bebas cacat.
i.
Keseragaman
tujuan. Dengan adanya kesamaan tujuan maka kegiatan akan dapat dilakukan dengan
mudah dan tidak ada pertentangan dalam pelaksanaannya.
j.
Keterlibatan
dan pemberdayaan karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal
yang penting dalam penerapan TQM.
Usaha untuk melibatkan karyawan
membawa dua manfaat utama. Pertama, meningkatkan kemungkinan dihasilkannya
keputusan yang yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif
karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung
berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, meningkatkan rasa memiliki dan
tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus
melaksanakannya.
VI.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEGAGALAN TQM
Apabila
suatu organisasi menerapkan TQM dengan cara sebagaimana mereka melaksanakan
inovasi manajemen lainnya, atau bahkan bila mereka menganggap TQM sebagai obat
ajaib atau alat penyembuh yang cepat, maka usaha tersebut telah gagal semenjak
awal. TQM merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan
perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang,
kesatuan tujuan, dan pelatihan-pelatihan khusus.
Selain
dikarenakan usaha pelaksanaan yang setengah hati dan harapan-harapan yang tidak
realistis, ada pula beberapa kesalahan yang secara umum dilakukan pada saat
organisasi memulai inisiatif perbaikan kualitas. Beberapa kesalahan yang sering
dilakukan antara lain:
1.
Delegasi
dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior.
Inisiatif upaya perbaikan kualitas
secara berkesinambungan sepatutnya dimulai dari pihak manajemen di mana mereka
harus terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggung jawab
tersebut didelegasikan kepada pihak lain (misalnya kepada pakar yang digaji)
maka peluang terjadinya kegagalan sangat besar.
2.
Team
mania.
Organisasi perlu membentuk beberapa
tim yang melibatkan semua karyawan. Untuk menunjang dan menumbuhkan kerja sama
dalam tim, paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, baik
penyelia maupun karyawan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap perannya
masing-masing. Penyelia perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif,
sedangkan karyawan perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baik. Kedua,
organisasi harus melakukan perubahan budaya supaya kerja sama tim tersebut
dapat berhasil. Apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan sebelum pembentukan
tim, maka hanya akan timbul masalah, bukannya pemecahan masalah.
3.
Proses
penyebarluasan (deployment)
Ada organisasi yang mengembangkan
inisiatif kualitas tanpa secara berbarengan mengembangkan rencana untuk
menyatukannya ke dalam seluruh elemen organisasi (misalnya operasi, pemasaran,
dan lain-lain). Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan para
manajer, serikat kerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha itu
meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan keterampilan,
pendidikan, dan kesadaran.
4.
Menggunakan
pendekatan yang terbatas dan dogmatis.
Ada pula organisasi yang hanya
menggunakan pendekatan Deming, pendekatan Juran, atau pendekatan Crosby dan
hanya menerapkan prinsip-prinsip yang ditentukan di situ. Padahal tidak ada
satu pun pendekatan yang disarankan oleh ketiga pakar tersebut maupun pakar-pakar
kualitas lainnya yang merupakan satu pendekatan yang cocok untuk segala
situasi. Bahkan pakar kualitas mendorong organisasi untuk menyesuaikan
program-program kualitas dengan kebutuhan mereka masing-masing.
5.
Harapan
yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.
Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama beberapa hari, bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka. Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami, dan membuat para karyawan sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan proses baru, bahkan seringkali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama untuk sampai terasa pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas dan daya saing perusahaan.
Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama beberapa hari, bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka. Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami, dan membuat para karyawan sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan proses baru, bahkan seringkali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama untuk sampai terasa pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas dan daya saing perusahaan.
6.
Empowerment
yang bersifat prematur.
Banyak perusahaan yang kurang
memahami makna pemberian empowerment kepada para karyawan. Mereka mengira bahwa
karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil suatu tindakan,
maka para karyawan tersebut akan dapat menjadi self-directed dan memberikan
hasil-hasil positif. Seringkali dalam praktik, karyawan tidak tahu apa yang
harus dikerjakan setelah suatu pekerjaan diselesaikan. Oleh karena itu
sebenarnya mereka membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak
salah dalam melakukan sesuatu.
Referensi:
1. Keke.,
2012., TQM dan 6sigma. http://kakukikekeko.blogspot.com/2012/12/tqm-dan-6sigma.html
. Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
2. Sukmana, Yudiansyah., 2010., Sejarah Perkembangan Mutu. http://yudiansyahsukmana.wordpress.com/2010/01/27/sejarah-perkembangan-mutu/. Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
3. Wibisono, Agus., 2012., 7 Tool yang Digunakan dalam Pengendalian Kualitas. http://aguswibisono.com/2011/7-tujuh-tools-yang-digunakan-untuk-pengendalian-kualitas-quality-control/ . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30992/3/Chapter%20II.pdf . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
5. Koryanto, Lucky.,2010., Total Quality Management (TQM). http://lcpro.files.wordpress.com/2010/05/tugas_mpro_kartawan.pdf . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
6. Tryusnita., 2011., Sejarah Perkembangan Total Quality Management. http://www.scribd.com/doc/65158465/1/Sejarah-Perkembangan-Total-Quality-Management . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
7. The Marketing Management’s Blog., 2009., Definisi dan Sejarah Manajemen Kualitas. http://ilmumanajemenpemasaran.wordpress.com/2009/11/15/definisi-dan-sejarah/ .Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
8. Hanaviyah, Vitha., 2011., Konsep Total Quality Management. http://vitahafyan.blogspot.com/2011/12/konsep-total-quality-manajemen.html . Diakses pada tanggal 19 Maret 2013.
9. Hzabidin., 2007., Total Quality Management. http://geodesy.gd.itb.ac.id/hzabidin/wp-content/uploads/2007/11/total-quality-management.pdf .Diakses pada tanggal 19 Maret 2013.
2. Sukmana, Yudiansyah., 2010., Sejarah Perkembangan Mutu. http://yudiansyahsukmana.wordpress.com/2010/01/27/sejarah-perkembangan-mutu/. Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
3. Wibisono, Agus., 2012., 7 Tool yang Digunakan dalam Pengendalian Kualitas. http://aguswibisono.com/2011/7-tujuh-tools-yang-digunakan-untuk-pengendalian-kualitas-quality-control/ . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30992/3/Chapter%20II.pdf . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
5. Koryanto, Lucky.,2010., Total Quality Management (TQM). http://lcpro.files.wordpress.com/2010/05/tugas_mpro_kartawan.pdf . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
6. Tryusnita., 2011., Sejarah Perkembangan Total Quality Management. http://www.scribd.com/doc/65158465/1/Sejarah-Perkembangan-Total-Quality-Management . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
7. The Marketing Management’s Blog., 2009., Definisi dan Sejarah Manajemen Kualitas. http://ilmumanajemenpemasaran.wordpress.com/2009/11/15/definisi-dan-sejarah/ .Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
8. Hanaviyah, Vitha., 2011., Konsep Total Quality Management. http://vitahafyan.blogspot.com/2011/12/konsep-total-quality-manajemen.html . Diakses pada tanggal 19 Maret 2013.
9. Hzabidin., 2007., Total Quality Management. http://geodesy.gd.itb.ac.id/hzabidin/wp-content/uploads/2007/11/total-quality-management.pdf .Diakses pada tanggal 19 Maret 2013.
No comments:
Post a Comment