Friday, 18 March 2016

KUALITAS, SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA

Kualitas, Sejarah dan Perkembangannya

Apa itu Mutu/Kualitas?
Triguno (1997: 76) menyatakan bahwa kualitas adalah suatu standart yang harus dicapai oleh seseorang atau sekelompok atau lembaga atau organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dah hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa.
Goetsch dan Davis (dalam Tjiptono, 1995: 51) mendefinisikan kualitas sebagai: ”Suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”
Sedangkan menurut Mitra dalam bukunya Introduction to Quality Control dan the Total Quality System, Kualitas didefinisikan sebagai kesesuaian dengan spesifikasi dan cocok digunakan dilihat dari sudut pandang dimensi kualitas. Adapun dimensi kualitas itu meliputi performansi (performance), keistimewaan produk (features), kehandalan (reliability), kesesuaian (conformance), keawetan (durability), kegunaan (serviceability), estetika (aesthetics), dan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep kualitas memiliki arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal atau dalam arti optimal adalah sebagai pemenuhan atas tuntutan atau persyaratan pelanggan atau masyarakat.
Sejarah Perkembangan Mutu/Kualitas
Sebenarnya kualitas telah dikenal sejak empat ribu tahun yang lalu, ketika bangsa Mesir Kuno mengukur dimensi batu-batu yang digunakan untuk membangun piramida. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan revolusi industri, fungsi kualitas kemudian berkembang melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1. Inspeksi (Inspection)
Konsep mutu modern dimulai pada tahun 1920-an. Kelompok mutu yang utama adalah bagian inspeksi/peninjauan. Selama produksi, para inspector mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi. Namun, bagian inspeksi tidak independen karena biasanya mereka melapor ke pabrik. Hal ini pada akhirnya menyebabkan perbedaan kepentingan. Jadi, seandainya inspeksi menolak hasil satu alur produksi yang tidak sesuai, maka bagian pabrik akan berusaha meloloskannya tanpa mempedulikan mutu dari produksi tersebut.
Pada masa ini ada beberapa orang ahli di bidang statistic yang namanya cukup mencuat di permukaan, yaitu antara lain Walter A. Sewhart (1924) yang menemukan konsep statistic untuk pengendalian variable-variabel produk, seperti panjang, lebar, berat, tinggi, dan sebagainya. Sedang H.F.Dadge dan H.G. Romig (akhir 1920) merupakan pelopor dalam pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk (acceptance sampling).
2. Pengendalian Mutu (Quality Control)
Pada tahun 1924-an, kelompok inspeksi kemudian berkembang menjadi bagian pengendalian mutu. Adanya Perang Dunia II mengharuskan produk militer yang bebas cacat, sehingga mutu produk militer dijadikan sebagai salah satu faktor yang menentukan kemenangan dalam peperangan. Tentu saja hal ini harus dapat diantisipasi melalui pengendalian yang dilakuan selama proses produksi, menyebabkan tanggug jawab megenai mutu dialihkan ke bagian quality control yang independen. Bagian ini kemudian memiliki otonomi penuh dan terpisah dari bagian pabrik. Selain itu, para pemeriksa mutu juga dibekali dengan perangkat statistika seperti diagram kendali dan penarikan sampel.
Pada tahap ini dikenal seorang tokoh yaitu Feigenbaum (1983) yang merupakan pelopor Total Quality Control pada tahun 1960. Kemudian pada tahun 1970 Feegenbaum kembali memperkenalkan konsep baru, yaitu Total Quality Control Organizationwide, disusul pada tahun 1983 Feigenbaum mengenalkan konsep baru lainnya, yaitu konsep Total Quality System.
3. Pemastian Mutu (Quality Assurance)
Terkait dengan rekomendasi yang dihasilkan dari teknik-teknik statistis sering kali tidak dapat dilayani oleh struktur pengambilan keputusan yang ada, pengendalian mutu (quality control) kemudian berkembang menjadi pemastian mutu (quality assurance). Bagian pemastian mutu ini bertugas untuk memastikan proses dan mutu produk melalui pelaksanaan audit operasi, pelatihan, analisis kinerja teknis, dan petunjuk operasi demi peningkatan mutu. Pemastian mutu bekerja sama-sama dengan bagian-bagian lain yang bertanggung jawab penuh terhadap mutu kinerja masing-masing bagian.
4. Manajemen Mutu (Quality Management)
Pemastian mutu bekerja berdasarkan status quo (keadaan sebagaimana adanya), sehingga upaya yang dilakukan hanyalah memastikan pelaksanaan pengendalian mutu, tapi sangat sedikit pengaruh untuk meningkatkannya. Karena itu, untuk mengantisipasi persaingan, aspek mutu perlu selalu dievaluasi dan direncanakan perbaikannya melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen mutu.
5. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
Dalam perkembangan manajemen mutu, ternyata bukan hanya fungsi produksi yang mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap mutu. Dalam hal ini, tanggung jawab terhadap mutu tidak cukup hanya dibebankan kepada suatu bagian tertentu, tetapi sudah menjadi tanggung jawab seluruh individu di perusahaan. Pola inilah yang kemudian disebut Total Quality Management.
Berikut tabel untuk mempermudah pemahaman tahap-tahap perkembangan Manajemen Kualitas seperti yang telah dijelaskan di atas:
Tahun Perkembangan Manajemen Kualitas
1920-1940 Kelompok kualitas yang utama adalah inspeksi.
Para inspektor mengukur hasil produksi berdasarkan spesifikasi.
Pada masa ini ditemukannya konsep statistik dalam hal pengendalian variabel-variabel produk, seperti panjang, lebar, berat, tinggi dan pengambilan sampel untuk menguji penerimaan produk yang diprakarsai oleh Walter A. Stewart, H.F. Dodge, dan H.G. Romig.
1940-1985 Kelompok inspeksi berkembang menjadi pengendalian kualitas.
Tanggung jawab kualitas dialihkan ke bagian quality control independen.
Diperkenalkannya konsep total quality control yang pertama kali oleh Feigenbaum pada tahun 1960 yang kemudian dikembangkan menjadi total quality control organizationwide di tahun 1970 dan menjadi konsep total quality system pada tahun 1983.
Pengendalian kualitas berkembang menjadi penjaminan kualitas yang berfokus kepada proses dan kualitas produk melalui pelaksanaan audit operasi, pelatihan analisis, kinerja teknis, dan petunjuk operasi untuk peningkatan kualitas.
Aspek kualitas mulai di evaluasi melalui penerapan fungsi-fungsi manajemen kualitas.
1985-1990 Diperkenalkannya konsep total quality management oleh Frederick Taylor pada tahun 1990-an, yang dikenal dengan sebutan Father of scientific Management dan terkenal dengan teorinya Time and Motion Studies.
Total Quality Management berkembang menjadi Learning organization yang menggunakan filosofi continous quality improvement dan menggunakan konsep manajemen pengetahuan.
Abad 20- sekarang Dengan berkembangya teknologi informasi pada abad 20-an. Konsep manajemen kualitas di barengi dengan konsep e-learning atau electronics learning.


TQM (Total Quality Management)
I. SEJARAH TQM
TQM atau Total Quality Management, merupakan perkembangan dari tiga stage yaitu inspeksi kualitas, kontrol kualitas dan quality assurance. Konsep TQM sebenarnya sudah muncul sejak tahun 1940-an, yaitu tepatnya pada saat kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, yang pada akhirnya membangkitkan budaya Jepang dalam membangun sistem jaminan kualitas. Kehadiran W. Edward Deming di Jepang pada tahun 1950 menjadi pemicu semangat ilmuwan Jepang dalam membangun dan memperbaiki sistem kualitas. Keberhasilan dan kemajuan yang sangat pesat di bidang kualitas pada perusahaan Jepang kemudian menjadi perhatian perusahaan di negara maju lainnya. Perusahaan kelas dunia kemudian mempelajari kultur/perilaku perusahaan Jepang dalam mengembangkan konsep kualitas. Hasil studi menunjukkan bahwa salah satu penyebab keberhasilan perusahaan Jepang adalah dengan diterapkannya Total Quality Management (TQM).
Berikut merupakan beberapa pemikiran para ahli yang kemudian menjadi dasar atau tonggak awal terbentuknya TQM atau Manajemen Kualitas Total.
Edward Deming membahas mengenai pentingnya pengendalian mutu adalah proses penting dalam bidang engineer atau perekayasaan produk, selain itu buruknya kualitas bukan sepenuhnya salah pekerja, melainkan perambatan kesalahan dari proses dan sistem yang dilaksanakan saat produksi. Sehingga munculah suatu ide bahwa kontrol kualitas merupakan tanggung jawab dari seluruh karyawan dan manager. Terdapat 14 poin penting yang disampaikan oleh beliau dalam hal managemanisasi bidang produksi, yaitu sebagai berikut:
1.         Membuat tujuan yang konsisten untuk keperluan peningkatan (improvement).
2.         Adopsi filosofi baru.
3.         Hindari ketergantungan terhadap inspeksi untuk menjaga kualitas.
4.         Akhiri melakukan bisnis berdasarkan harga.
5.         Melakukan peningkatan secara konsisten dan berkesinambungan untuk kualitas produk dan pelayanan.
6.         Membuat suatu lembaga pelatihan di tempat kerja.
7.         Membuat suatu lembaga untuk supervisi dan kepemimpinan.
8.         Hilangkan rasa takut.
9.         Hancurkan penghalang yang ada antar departemen.
10.    Hindari atau mengurangi desakan-desakan kepada karyawan untuk mencapai target.
11.    Hilangkan bekerja berdasarkan standar kerja dan hitungan quota, diganti dengan hal yang bersifat kepemimpinan.
12.    Menghilangkan hambatan dengan memberikan penghargaan terhadap dedikasi para pekerja.
13.    Membuat suatu program yang kuat mengenai pendidikan dan pelatihan untuk semua orang.
14.    Membuat suatu struktur yang berada di tingkat managemen paling atas, yang dapat melakukan ke 13 poin sebelumnya setiap hari.
Joseph Juran memfokuskan pada definisi dari kualitas dan harga dari kualitas tersebut. Kualitas merupakan kesesuaian dengan kebutuhan dibandingkan kesesuaian dengan spesifikasi. Maksudnya adalah mendapatkan perhatian dari pengguna atau costumer, dibandingkan berfokus pada spesifikasi teknik. Hal ini terkait dengan tujuan awal produksi dan industry membuat produk yang disukai pasar atau dapat digunakan. Ada tiga hal penting yang ditekankan oleh beliau yang disebut juga dengan Juran Trilogy, yaitu: quality planning, quality control, dan quality improvement.
a.     Perencanaan kualitas (quality planning) adalah suatu cara untuk membuat perencanaan penjagaan mutu kualitas dengan cara mengidentifikasi tujuan kualitas yang ingin dicapai, kebutuhan pengguna, dan melakukan persiapan produksi untuk meningkatkan fitur dari produk sesuai dengan keinginan pengguna.
b.     Kontrol kualitas (quality control) digunakan untuk mengevaluasi jalannya produksi dan membandingkan produksi yang sedang berjalan dengan tujuan kualitas.
c.     Peningkatan kualitas (quality improvement) digunakan dengan melihat kebutuhan pengguna, menentukan infrastruktur untuk peningkatan kualitas, mengidentifikasi hal-hal yang dibutuhkan untuk peningkatan kualitas, dan menyediakan pelatihan, motivasi, sarana pendukung untuk tim yang bekerja. Peningkatan kualitas ini harus dilakukan secara terus menerus atau berkesinambungan.
Armand V.Feigenbaum memperkenalkan konsep total kualitas kontrol atau Total Quality Control (TQC). Pendekatan kualitas dilakukan dengan memperhatikan keseluruhan sistem yang ada pada tahapan produksi. Hal ini berarti semua pihak baik manajemen maupun karyawan bertanggung jawab atas kualitas produk dan setiap orang saling belajar dari kesuksesan antar pegawai tersebut. Hal ini yang selanjutnya di jadikan dasar dalam pelaksanaan TQC di Jepang.
Selain ketiga orang diatas, terdapat juga Philip B. Crosby (1982) yang memperkenalkan TQM atau Total Quality Management. Frase terkenal dari Crosby adalah “quality is free”. Menekankan pada peranan manajemen dalam peningkatan kualitas dan menggunakan statistik dalam memonitor jalannya produksi. Beliau juga memperkenalkan empat absolut mengenai proses peningkatan kualitas yakni:
1. Definisi dari kualitas: sesuai dengan spesifikasi.
2. Sistem kualitas: pencegahan
3. Standar kualitas: zero defects
4. Pengukuran kualitas: harga
Tokoh lain yang berpengaruh dalam TQM ini adalah Kaoru Ishikawa, memperkenalkan diagram cause and effect yang menggambarkan potensi yang menyebabkan permasalahan kualitas dari bagian-bagian yang ada di produksi, seperti mesin, material yang digunakan dan sebagainya.
Tokoh terakhir yang turut memberikan ide mengenai TQM adalah Genichi Taguchi. Menurutnya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dapat dilakukan pada tahap desain. Keunggulan dari suatu produk selain dari pemenuhan spesifikasi teknik, dan memenuhi kebutuhan pengguna, namun harus memiliki tambahan dalam sisi desain. Selain itu peningkatan pada tahap desain tidak memerlukan banyak biaya jika akan dilakukan perubahan, dibandingkan dengan pengubahan ketika produksi selesai dilakukan.
II. DEFINISI TQM
Total quality management (TQM) merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungan.
Total quality management juga dapat diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993, p. 135).
Definisi lainnya menyatakan bahwa Total quality management merupakan sistem manajemen yang menyangkut kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasaan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p. 33).
Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponen-komponen tersebut secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan TQM.
Penerapan TQM dalam suatu perusahaan dapat memberikan beberapa manfaat utama yang pada gilirannya meningkatkan laba serta daya saing perusahaan yang bersangkutan. Dengan melakukan perbaikan kualitas secara terus-menerus maka perusahaan dapat meningkatkan labanya melalui dua rute, yaitu:
1.       Rute pasar. Perusahaan dapat memperbaiki posisi persaingannya sehingga pangsa pasarnya semakin besar dan harga jualnya dapat lebih tinggi. Kedua hal ini mengarah kepada penghasilan sehingga laba yang diperoleh juga semakin besar.
2.       Perusahaan dapat meningkatkan output yang bebas dari kerusakan melalui upaya perbaikan kualitas. Hal ini menyebabkan biaya operasi perusahaan berkurang. Dengan demikian laba yang diperoleh akan meningkat.
III. PERBEDAAN TQM DENGAN METODE MANAJEMEN LAINNYA
Ada empat perbedaan pokok antara TQM dengan metode manajemen lainnya.
Pertama, asal intelektualnya. Sebagian besar teori dan teknik manajemen berasal dari ilmu-ilmu sosial. Ilmu ekonomi mikro merupakan dasar dari sebagian besar teknik-teknik manajemen keuangan, ilmu psikologi mendasari teknik pemasaran dan decision support system, dan sosiologi memberikan dasar konseptual bagi desain organisasi. Sementara itu dasar teoritis dari TQM adalah statistika. Inti dari TQM adalah Pengendalian Proses Statistikal (SPC/Statistical Process Control) yang didasarkan pada sampling dan analisis varians.

Kedua, yakni sumber inovasinya. Bila sebagian besar ide dan teknik manajemen bersumber dari sekolah bisnis dan perusahaan konsultan manajemen terkemuka, maka inovasi manajemen sebagian besar dihasilkan oleh para pionir yang pada umumnya adalah insinyur industri dan ahli fisika yang bekerja di sektor industri dan pemerintah.

Ketiga, yakni asal negara kelahirannya. Kebanyakan konsep dan teknik dalam manajemen keuangan, pemasaran, manajemen strategik, dan desain organisasi berasal dari Amerika Serikat dan kemudian tersebar ke seluruh dunia. Sebaliknya TQM semula berasal dari Amerika Serikat, kemudian lebih banyak dikembangkan di Jepang dan kemudian berkembang ke Amerika Utara dan Eropa. Jadi TQM mengintegrasikan keterampilan teknikal dan analisis dari Amerika, keahlian implementasi dan pengorganisasian Jepang, serta tradisi keahlian dan integritas dari Eropa dan Asia.

Keempat, yakni proses diseminasi atau penyebaran. Penyebaran sebagian besar manajemen modern bersifat hirarkis dan top-down. Yang mempeloporinya biasanya adalah perusahaan-perusahaan raksasa seperti General Electric, IBM, dan General Motors. Sedangkan gerakan perbaikan kualitas merupakan proses bottom up, yang dipelopori perusahaan-perusahaan kecil. Dalam implementasi TQM, penggerak utamanya tidaklah selalu CEO, tetapi seringkali malah manajer departemen atau manajer divisi.
IV. KONSEP TQM
Manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) merupakan suatu penerapan metode kuantitatif dan sumber daya manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku maupun pelayanan bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada tingkat tertentu di mana kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan di masa mendatang. TQM lebih merupakan sikap dan perilaku berdasarkan kepuasan atas pekerjaannya dan kerja tim atau kelompoknya. TQM menghendaki komitmen dari manajemen sebagai pemimpin organisasi di mana komitmen ini harus disebarluaskan pada seluruh karyawan dan dalam semua level atau departemen dalam organisasi. TQM bukan merupakan program atau sistem, tapi merupakan budaya yang harus dibangun, dipertahankan, dan ditingkatkan oleh seluruh anggota organisasi atau perusahaan bila organisasi atau perusahaan tersebut berorientasi pada mutu dan menjadikan mutu sebagai way of life.
Pengendalian, sistem, dan teknik-teknik sangat diperlukan dalam penerapan TQM, tetapi semuanya itu bukan merupakan kebutuhan utama. Yang terpenting dalam penerapan TQM adalah keterlibatan secara menyeluruh setiap orang dalam organisasi atau perusahaan tersebut untuk mengubah budaya (culture) yang lama menjadi budaya baru. Perubahan tersebut antara lain:
1.       Dari kerahasiaan atau sesuatu yang bersifat selentingan menjadi komunikasi terbuka antar seluruh anggota organisasi atau perusahaan. Dengan keterbukaan maka kerjasama akan terwujud, dan dengan keterbukaan, maka kesalahpahaman dapat segera teratasi.
2.       Dari pengendalian menjadi pemberdayaan. Karyawan tidak mau kalau secara terus menerus dimonitor. Mereka ingin selalu dilibatkan, diajak berdiskusi, dan berpendapat. Mereka juga harus diserahi tanggung jawab yang sesuai serta mendapatkan kesempatan untuk berkembang dan mendapat penghargaan atas prestasi yang diraih.
3.       Dari inspeksi menjadi pencegahan. Inspeksi adalah pemeriksaan terhadap barang atau produk jadi setelah keluar dari proses produksi. Sehingga bila ada produk yang cacat atau tidak sesuai dengan spesifikasi pelanggan, akan dibuang atau diadakan pengerjaan ulang. Hal inilah yang membuat perusahaan harus membayar mahal. Dalam TQM tidak ada lagi istilah inspeksi, melainkan pencegahan. Artinya, sejak dari perencanaan produk. Proses produksi hingga menjadi produk akhir menghasilkan cacat atau kesalahan nol (zero defect).
4.       Dari fokus internal dan fokus eksternal, fokus internal adalah perhatian perusahaan atau organisasi pada kemampuan yang dimiliki saja, sehingga proses produksi dilaksanakan berdasarkan kemampuan tanpa memperhatikan permintaan pelanggan (push system) sedangkan TQM menganggap bahwa cara berproduksi seperti ini adalah pemborosan. TQM lebih memfokuskan pada kebutuhan dan harapan pelanggan (eksternal fokus) sehingga melaksanakan proses produksi tarik (pull system).
5.       Dari biaya dan penjualan menjadi kesesuaian terhadap mutu. Semula, perusahaan atau organisasi hanya memperhatikan masalah biaya dan waktu produksi. Namun kondisi tersebut kemudian berubah menjadi mutu produk yang menjadi orientasinya. Mutu produk yang dimaksud di sini adalah dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan pelanggan. Barang atau jasa dikatakan bermutu bila mampu mengurangi biaya (cost reduction), menghilangkan pemborosan (eliminating waste), menyampaikan secara tepat waktu (faster delivery), dan menjual dengan harga rendah ( lower price). Apabila hal tersebut tercapai, maka profit meningkat.
6.       Dari stabilitas menjadi perubahan dan perbaikan secara terus menerus. Kondisi yang tidak berubah bukannya membawa keuntungan dan manfaat bagi perusahaan. Justru perusahaaan atau organisasi yang mau berubah dan mau secara terus menerus mengadakan perbaikan itulah yang akan berhasil dengan baik. Dalam kondisi yang serba stabil, orang tidak akan pernah mau belajar. Sementara dalam organisasi yang menggunakan filosofi TQM dituntut untuk selalu belajar atau berubah, memperbaiki atau meningkatkan kemampuannya, karena prinsip TQM yang continuous quality improvement.
7.       Dari hubungan yang sifatnya persaingan menjadi hubungan kerjasama. Dalam organisasi yang menggunakan konsep TQM semua pihak yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan organisasi tersebut (pemasok, pelanggan, pesaing, dan lain-lain) adalah teman atau saudara. Hal ini menuntut adanya kerjasama yang kuat dan saling membantu. Hubungan erat dan kerjasama yang baik dengan pelanggan akan membuat mereka terbuka untuk memberikan kritik dan saran untuk peningkatan produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan.
8.       Dari pengalokasian dan melemparkan hal-hal yang tidak diketahui menjadi penyelesaian semua masalah sampai akar-akarnya. Perusahaan biasanya akan menutupi masalah yang dihadapi dan bersikap pura-pura tidak tahu, atau membenci siapa pun yang mengetahui permasalahan yang ada. Perusahaan atau organisasi yang menganut filosof TQM justru akan menghadapi semua permasalahan yang ada, mencari penyelesaian hingga tuntas.
Untuk dapat menerapkan TQM pada industri jasa diperlukan beberapa konsep dasar, teknik dan langkah-langkah penerapannya, antara lain:
a)    Memfokuskan pada produk (yang dalam hal ini adalah jasa yang ditawarkan) dan pelanggan.
b)    Kepemimpinan dalam organisasi jasa yang mendukung pelaksanaan filosof TQM.
c)    Budaya organisasi (yaitu budaya organisasi yang berorentasi mutu).
d)    Komunikasi yang efektif antar seluruh personil dalam organisasi maupun antara para personil organisasi dengan pelanggan.
e)    Pengetahuan atau keahlian karyawan dalam melaksanakan filosofi TQM.
f)     Tanggung jawab para karyawan.
g)    Manajemen berdasarkan data dan fakta.
h)    Sudut pandang jangka panjang.

Total quality management merupakan sekumpulan langkah yang harus dilalui tingkat demi tingkat untuk dapat menerapkannya. Pada dasarnya untuk dapat menerapkan total quality management yang paling diperlukan adalah dukungan atau komitmen dari pimpinan puncak, komunikasi antar seluruh anggota organisasi, dan adanya perubahan budaya.
V. PRINSIP DAN UNSUR POKOK TQM
TQM merupakan suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut Hensler dan Brunell (dalam scheuning dan Christopher, 1993: 165-166), ada empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip tersebut adalah:
1. Kepuasan pelanggan
Dalam TQM, konsep mengenai kualitas dan pelanggan diperluas. Kualitas tidak hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk didalamnya harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Oleh karena itu, segala aktivitas perusahaan harus dikoordinasikan untuk memuaskan para pelanggan. Kualitas yang dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para pelanggan. Makin tinggi nilai yang diberikan, maka makin besar pula kepuasan pelanggan.
2. Respek terhadap setiap orang
Dalam perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi diperlukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.

3. Manajemen berdasarkan fakta
Perusahaan kelas dunia berorientasi pada fakta. Meksudnya bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama, prioritas (prioritization), yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan mengingat katerbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu, dengan menggunakan data, maka manajemen dan tim dalam organisasi dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital. Kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian, manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.

4. Perbaikan berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perubahan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan secara berkesinambungan. Konsep yang berlaku di sini adalah siklus PDCAA (plan-do-check-act-analyze) yang terdiri atas langkah-langkah perencanaan, dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.

Sepuluh unsur utama TQM adalah:
a.     Fokus pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelangan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan ualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
b.     Terobsesi dengan mutu, yaitu dengan menjadikan mutu sebagai pegangan atau pandangan hidup seluruh anggota organisasi atau perusahaan.
c.     Menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah. Hal ini disebabkan pendekatan ilmiah dapat dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
d.     Komitmen jangka panjang. Usaha peningkatan atau perbaikan mutu bukan merupakan loncatan (quantum leap). Melainkan merupakan suatu proses jangka panjang yang berkesinambungan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan total quality, perhatian kita harus berpusat pada masa mendatang yang berjangka jauh ke depan, bukan untuk jangka pendek.
e.     Kerja tim (teamwork). Ada prinsip yang mengatakan bahwa pemikiran sekumpulan orang lebih baik daripada hanya satu orang, sehingga hasil yang dapat diperoleh akan lebih baik bila semua pekerjaan dikerjakan secara bersama-sama. Pemberian upah dan penghargaan pun tidak dilaksanakan secara individu, melainkan juga merupakan penilaian kelompok.
f.      Continual process improvement. Mutu hanya bisa dicapai bila selalu diadakan perbaikan dan penyempurnaan walau hanya kecil. Hal ini sesuai dengan prinsip Kaizen “little better everyday”.
g.     Pendidikan dan pelatihan. Karena untuk menciptakan sesuatu yang bermutu, maka orang harus mau belajar dan berlatih sampai kapan pun. Hal ini akan membentuk dan meningkatkan pola pikir yang selalu berorientasi pada proses perbaikan.
h.     Tidak ada pengendalian (freedom from control). Perusahaan atau organisasi yang berorientasi pada total quality tidak lagi menggunakan statistical process control yang hanya merupakan penilaian produk akhir, melainkan setiap karyawan harus mengendalikan sendiri dirinya untuk membuat atau memberikan atau menerima produk yang benar-benar bebas cacat.
i.       Keseragaman tujuan. Dengan adanya kesamaan tujuan maka kegiatan akan dapat dilakukan dengan mudah dan tidak ada pertentangan dalam pelaksanaannya.
j.       Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan. Keterlibatan dan pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM.

Usaha untuk melibatkan karyawan membawa dua manfaat utama. Pertama, meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang yang baik, rencana yang baik, atau perbaikan yang lebih efektif karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.
VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEGAGALAN TQM
Apabila suatu organisasi menerapkan TQM dengan cara sebagaimana mereka melaksanakan inovasi manajemen lainnya, atau bahkan bila mereka menganggap TQM sebagai obat ajaib atau alat penyembuh yang cepat, maka usaha tersebut telah gagal semenjak awal. TQM merupakan suatu pendekatan baru dan menyeluruh yang membutuhkan perubahan total atas paradigma manajemen tradisional, komitmen jangka panjang, kesatuan tujuan, dan pelatihan-pelatihan khusus.
Selain dikarenakan usaha pelaksanaan yang setengah hati dan harapan-harapan yang tidak realistis, ada pula beberapa kesalahan yang secara umum dilakukan pada saat organisasi memulai inisiatif perbaikan kualitas. Beberapa kesalahan yang sering dilakukan antara lain:
1.     Delegasi dan kepemimpinan yang tidak baik dari manajemen senior.
Inisiatif upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan sepatutnya dimulai dari pihak manajemen di mana mereka harus terlibat secara langsung dalam pelaksanaannya. Bila tanggung jawab tersebut didelegasikan kepada pihak lain (misalnya kepada pakar yang digaji) maka peluang terjadinya kegagalan sangat besar.
2.     Team mania.
Organisasi perlu membentuk beberapa tim yang melibatkan semua karyawan. Untuk menunjang dan menumbuhkan kerja sama dalam tim, paling tidak ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, baik penyelia maupun karyawan harus memiliki pemahaman yang baik terhadap perannya masing-masing. Penyelia perlu mempelajari cara menjadi pelatih yang efektif, sedangkan karyawan perlu mempelajari cara menjadi anggota tim yang baik. Kedua, organisasi harus melakukan perubahan budaya supaya kerja sama tim tersebut dapat berhasil. Apabila kedua hal tersebut tidak dilakukan sebelum pembentukan tim, maka hanya akan timbul masalah, bukannya pemecahan masalah.
3.     Proses penyebarluasan (deployment)
Ada organisasi yang mengembangkan inisiatif kualitas tanpa secara berbarengan mengembangkan rencana untuk menyatukannya ke dalam seluruh elemen organisasi (misalnya operasi, pemasaran, dan lain-lain). Seharusnya pengembangan inisiatif tersebut juga melibatkan para manajer, serikat kerja, pemasok, dan bidang produksi lainnya, karena usaha itu meliputi pemikiran mengenai struktur, penghargaan, pengembangan keterampilan, pendidikan, dan kesadaran.
4.     Menggunakan pendekatan yang terbatas dan dogmatis.
Ada pula organisasi yang hanya menggunakan pendekatan Deming, pendekatan Juran, atau pendekatan Crosby dan hanya menerapkan prinsip-prinsip yang ditentukan di situ. Padahal tidak ada satu pun pendekatan yang disarankan oleh ketiga pakar tersebut maupun pakar-pakar kualitas lainnya yang merupakan satu pendekatan yang cocok untuk segala situasi. Bahkan pakar kualitas mendorong organisasi untuk menyesuaikan program-program kualitas dengan kebutuhan mereka masing-masing.
5.     Harapan yang terlalu berlebihan dan tidak realistis.
Bila hanya mengirim karyawan untuk mengikuti suatu pelatihan selama beberapa hari, bukan berarti telah membentuk keterampilan mereka. Masih dibutuhkan waktu untuk mendidik, mengilhami, dan membuat para karyawan sadar akan pentingnya kualitas. Selain itu dibutuhkan waktu yang cukup lama pula untuk mengimplementasikan perubahan-perubahan proses baru, bahkan seringkali perubahan tersebut memakan waktu yang sangat lama untuk sampai terasa pengaruhnya terhadap peningkatan kualitas dan daya saing perusahaan.
6.     Empowerment yang bersifat prematur.
Banyak perusahaan yang kurang memahami makna pemberian empowerment kepada para karyawan. Mereka mengira bahwa karyawan telah dilatih dan diberi wewenang baru dalam mengambil suatu tindakan, maka para karyawan tersebut akan dapat menjadi self-directed dan memberikan hasil-hasil positif. Seringkali dalam praktik, karyawan tidak tahu apa yang harus dikerjakan setelah suatu pekerjaan diselesaikan. Oleh karena itu sebenarnya mereka membutuhkan sasaran dan tujuan yang jelas sehingga tidak salah dalam melakukan sesuatu.
Referensi:
1. Keke., 2012., TQM dan 6sigma. http://kakukikekeko.blogspot.com/2012/12/tqm-dan-6sigma.html . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
2. Sukmana, Yudiansyah., 2010., Sejarah Perkembangan Mutu. http://yudiansyahsukmana.wordpress.com/2010/01/27/sejarah-perkembangan-mutu/. Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
3. Wibisono, Agus., 2012., 7 Tool yang Digunakan dalam Pengendalian Kualitas. http://aguswibisono.com/2011/7-tujuh-tools-yang-digunakan-untuk-pengendalian-kualitas-quality-control/ . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30992/3/Chapter%20II.pdf . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
5. Koryanto, Lucky.,2010., Total Quality Management (TQM). http://lcpro.files.wordpress.com/2010/05/tugas_mpro_kartawan.pdf . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
6. Tryusnita., 2011., Sejarah Perkembangan Total Quality Management. http://www.scribd.com/doc/65158465/1/Sejarah-Perkembangan-Total-Quality-Management . Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
7. The Marketing Management’s Blog., 2009., Definisi dan Sejarah Manajemen Kualitas. http://ilmumanajemenpemasaran.wordpress.com/2009/11/15/definisi-dan-sejarah/ .Diakses pada tanggal 16 Maret 2013.
8. Hanaviyah, Vitha., 2011., Konsep Total Quality Management. http://vitahafyan.blogspot.com/2011/12/konsep-total-quality-manajemen.html . Diakses pada tanggal 19 Maret 2013.
9. Hzabidin., 2007., Total Quality Management. http://geodesy.gd.itb.ac.id/hzabidin/wp-content/uploads/2007/11/total-quality-management.pdf .Diakses pada tanggal 19 Maret 2013.


No comments:

Post a Comment